Fakta atau Fitnah? Kejaksaan Sudah Hentikan Kasus, Tapi Muflihun Tetap Ditekan

Fakta atau Fitnah? Kejaksaan Sudah Hentikan Kasus, Tapi Muflihun Tetap Ditekan

Kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf, S.H

Pekanbaru — Tim kuasa hukum Muflihun, S.STP., M.AP., mendesak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau agar tidak memaksakan penetapan status tersangka terhadap klien mereka dalam dugaan perkara perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD Provinsi Riau tahun anggaran 2020 dan 2021. Desakan ini disertai dengan bukti-bukti otentik yang mengindikasikan bahwa perkara tersebut telah ditangani secara komprehensif oleh Kejaksaan Negeri Pekanbaru, dan hasil pemeriksaan menunjukkan tidak terdapat kerugian keuangan negara.

Dalam surat resmi bernomor: B-6869/L.4.10/Fs.1/10/2023 tertanggal 6 Oktober 2023, Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Asep Sontani Sunarya, S.H., CN., menyampaikan kepada Plh. Sekretaris DPRD Provinsi Riau bahwa kegiatan perjalanan dinas, bimtek, sosialisasi perda, dan reses DPRD Riau pada tahun 2020–2021 telah melalui pemeriksaan, dan seluruh temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah ditindaklanjuti dengan pengembalian kelebihan pembayaran ke Kas Daerah Provinsi Riau.

“Karena kerugian negara telah dipulihkan, maka pemeriksaan dihentikan karena tidak ditemukan kerugian keuangan negara atau daerah,” demikian bunyi kutipan resmi dari surat Kejaksaan.

Fakta tersebut diperkuat oleh dokumen Surat Tanda Setoran (STS), formulir penyetoran Bank Riau Kepri, dan bukti mutasi rekening kas daerah yang mengonfirmasi bahwa seluruh dana yang menjadi temuan hasil audit BPK telah dikembalikan. Di antara bukti-bukti itu tercatat:

Setoran sebesar Rp65.731.300,00 pada 12 Mei 2022 untuk pengembalian konsumsi reses DPRD.

Setoran senilai Rp1.118.221.100,00 pada 22 April 2022 untuk pengembalian dana perjalanan dinas tahun 2021.

Kedua setoran tersebut telah diterima dan tercatat secara sah di rekening kas milik Pemerintah Provinsi Riau.

Kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf, S.H., menegaskan bahwa apabila Polda Riau tetap memaksakan proses penyidikan terhadap kliennya berdasarkan laporan yang ada, maka tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip nebis in idem serta asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (1) KUHAP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Perkara ini sudah diperiksa oleh Kejaksaan, sudah ada pengembalian temuan, dan sudah dihentikan karena tidak ada kerugian negara. Jika sekarang klien kami dipaksakan masuk sebagai tersangka, maka itu jelas bentuk kriminalisasi dan pelanggaran hukum acara,” tegas Ahmad Yusuf.

Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan informasi resmi ke Kejaksaan sebagai verifikasi tambahan, serta tengah menyusun langkah hukum berupa permohonan praperadilan dan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap sejumlah pihak yang diduga merekayasa upaya kriminalisasi terhadap Muflihun—yang saat itu disebut-sebut sebagai kandidat kuat dalam bursa calon Walikota Pekanbaru.

Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Weny Friaty, S.H., menyatakan bahwa timnya akan menyerahkan berbagai bukti ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komnas HAM, dan juga akan menggandeng ahli hukum pidana untuk mengawal kasus ini secara menyeluruh.

“Kami akan lawan dengan fakta dan hukum. Penetapan tersangka terhadap klien kami tidak punya landasan objektif, karena unsur kerugian negara sebagai elemen delik korupsi tidak terpenuhi,” ujarnya.

Dokumen-dokumen hukum yang ditunjukkan tim kuasa hukum turut mencantumkan pernyataan dari pihak Bank Riau Kepri bahwa setoran atas temuan BPK RI telah sah masuk ke rekening kas daerah Pemprov Riau. Oleh karena itu, menurut tim hukum, tidak ada dasar legal yang sah untuk menetapkan Muflihun sebagai tersangka dalam perkara yang secara hukum telah ditangani dan diselesaikan oleh institusi yang berwenang.

Seorang akademisi hukum pidana dari Universitas Riau yang enggan disebutkan namanya menilai bahwa apabila pengembalian kerugian negara telah dilakukan, maka sesuai dengan prinsip ultimum remedium, penegakan hukum semestinya mengedepankan pendekatan administratif terlebih dahulu sebelum ke ranah pidana.

Komentar Via Facebook :