PT Freeport Indonesia dan Perusahaan Lainnya Harus Bayar Denda atas Keterlambatan Smelter Mineral Lo

PT Freeport Indonesia dan Perusahaan Lainnya Harus Bayar Denda atas Keterlambatan Smelter Mineral Lo

Ketum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara (Aspebindo), DR. Anggawira saat berfoto bersama Ketum PJS, Senin (25/06/2023) di Jakarta.

Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) dan perusahaan lainnya yang mendapatkan relaksasi ekspor mineral mentah diwajibkan untuk membayar denda administratif atas keterlambatan pembangunan smelter mineral logam hingga batas waktu 16 Juli 2023 sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 89 Tahun 2023.

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira, menegaskan pentingnya bagi PTFI dan perusahaan lainnya untuk segera membayar sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah akibat keterlambatan tersebut.

Anggawira mengatakan, "Harapannya dari kami adalah agar mereka memenuhi komitmennya untuk membayar, bukan hanya sekadar denda, karena sebenarnya ekspor mineral mentah juga menghasilkan pendapatan. Jadi, ini adalah pengembalian yang seharusnya dilakukan kepada negara."

Dalam Pasal 170A Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah diberlakukan larangan penjualan ke luar negeri selama maksimal tiga tahun sejak UU tersebut berlaku pada 10 Juni 2020.

Anggawira menjelaskan bahwa pemerintah memberikan kelonggaran kepada Freeport agar dapat kembali melakukan ekspor mineral mentah, meskipun bertentangan dengan UU. Pemerintah juga mengakui adanya niat baik dari kemajuan pembangunan yang telah dicapai.

Anggawira juga meminta PTFI untuk mempercepat pembangunan smelter tembaga single line terbesar di dunia tersebut, sehingga dapat diselesaikan pada awal tahun 2024 dan beroperasi penuh di pertengahan tahun 2024.

"Dari target yang telah ditetapkan tahun depan, saya berharap ada percepatan karena walaupun sudah berjalan 100 persen, mungkin masih belum sesuai dengan kapasitasnya. Oleh karena itu, diperlukan percepatan sehingga dapat melakukan tahap commissioning pada awal tahun dan mencapai kapasitas penuh pada pertengahan tahun, tanpa ada alasan untuk melakukan ekspor lagi," jelas Anggawira.

Lima perusahaan yang terkena dampak ini meliputi PT Freeport Indonesia (tembaga), PT Amman Mineral Nusa Tenggara (tembaga), PT Sebuku Iron Lateritic Ores (besi), PT Kapuas Prima Coal melalui dua smelter, yaitu PT Kapuas Prima Cita (timbal) dan PT Kobar Lamandau Mineral (seng).

Denda administratif yang dikenakan atas keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan, dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menyatakan bahwa sudah ada formula untuk pengenaan denda bagi perusahaan yang mendapatkan relaksasi ekspor, dan perusahaan diharapkan untuk menyetorkannya.

Arifin mengatakan, "Saat ini harus ada penyetoran sanksinya, ada formula yang sudah disiapkan dan akan kita sampaikan kepada mereka."

Mengacu pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2023, periode pembangunan smelter dimulai dari Oktober 2019 hingga Juni 2023, dengan total durasi tiga tahun delapan bulan.

Arifin juga menjelaskan bahwa dalam perhitungan denda administratif, faktor-faktor seperti dampak pandemi Covid-19 akan diperhitungkan berdasarkan laporan dari Verifikator Independen.

Denda dihitung dengan rumus sebagai berikut: Denda = ((90% - A - B) / 90%) x 20% x C A = persentase capaian kumulatif kemajuan fisik sesuai verifikasi B = total bobot yang terdampak Covid-19 sesuai hasil verifikasi C = nilai kumulatif penjualan ke luar negeri selama periode pembangunan

Selain denda keterlambatan, perusahaan juga diwajibkan memberikan jaminan kesungguhan sebesar 5 persen dari total penjualan dari periode 16 Oktober 2019 hingga 11 Januari 2022 dalam bentuk rekening bersama. Apabila pada 10 Juni 2024 perusahaan tidak mencapai target 90 persen, maka jaminan tersebut akan disetorkan ke kas negara.

Setelah mendapatkan relaksasi ekspor, perusahaan juga akan dikenakan denda selama periode perpanjangan yang saat ini sedang diatur oleh Kementerian Keuangan.(**)

Komentar Via Facebook :