Tiga Bos Swasta juga Ikut jadi Tersangka Kelangkaan Minyak Goreng

Tiga Bos Swasta juga Ikut jadi Tersangka Kelangkaan Minyak Goreng

3 Tersangka yang terlibat kasus mafia minyak goreng

HUKRIM - Kepala Jaksa Agung (Kejagung) RI Burhanuddin memastikan ada tindak pidana korupsi di dalam kasus Direktur Jenderal (Dirjen) Kementrian Perdagangan (Kemendag).

Dalam pernyataannya, 3 komisaris perusahaan pengekspor juga turut masuk ke dalam kasus ini.

Sehingga total 4 orang menjadi tersangka dengan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Maret 2022, Selasa 19 April 2022.

“Khususnya tentang kelangkaan minyak goreng di mana ini sangat ironis karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia. Untuk itu kami telah melakukan penyidikan dan telah ditemukan indikasi kuat bahwa ada perbuatan tindak pidana korupsi,” ujar Kejagung, Burhanuddin 19 April 2022 hari ini, dikutip Pikiran-Rakyat dari Jaksa Agung RI.

Adapun ke-4 tersangka yang ditetapkan yakni dengan inisial IWW selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI. MPT selaku komisaris PT. Wilmar Nabati Indonesia,

SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), dan PTS selaku General Manager di Bagian General Affair PT. Musim Mas

Menurutnya kasus korupsi ini adalah terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng. Tindak korupsi ini dipercayainya juga telah menjadi penyebab masyarakat luas, terutama masyarakat kecil menjadi susah karena langkanya minyak goreng tersebut.

Untuk menanggulangi hal ini, Jaksa Agung RI juga harus menyisihkan sejumlah dana guna memberikan bantuan langsung tunai minyak goreng yang jumlahnya tidak kecil.

Berdasarkan Pertanyaannya, Negara akan terus hadir dalam pemulihan minyak goreng yang menjadi salah satu komoditas utama di masyarakat.

2021 terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran.

Lewat situasi itu maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO (Domestic Market Obligation) serta DPO (Domestic Price obligation).

Kebijakan ini ditetapkan bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya, serta menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit.

Namun dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.

 

Komentar Via Facebook :